Oleh Rahmatul Aini
Cintailah produk dalam negeri, mungkin ini adalah gambaran seruan pemerintah dalam hal mengatasi maraknya fenomena trifing didalam negeri. Padahal fenomena pakaian bekas impor atau trifing sudah biasa terjadi sejak dulu, lalu kenapa harus di permasalahkan? ada beberapa hal yang kita perlu amati dalam fenomena trefing yang pertama kita bisa melihat masyarakat bisa mandiri dalam berwirausaha atau enterprenur tanpa mengeluarkan modal banyak tapi sudah bisa merup untung yang lebih, kedua masyarakat sebagai konsumen pun merasa terbantukan karena daya minat konsumen yang tinggi membeli produk luar negeri dengan harga yang tentu murah meriah. Menyikapi hal denmikian seharusnya pemerintah melihat tersebut dengan sisi positif karena mereka para penjual bisa mandiri, baju bekas dijadikan bisnis, sempitnya lapangan pekerjaan dinegeri ini menjadi hal yang tak mudah bagi mereka menghidupi anak, istri keluarga dan lainnya. Sejatinya lowongan pekerjaan bagi penghuni pribumi di dalam negri adalah tugas pemerintah, tapi nyatanya orang asing datang memperkaya diri. Kemudian banyaknya peminat masyarakat akan halnya pakaian bekas, dengan brand luar negeri dan tentu dengan harga murah adalah menunjukan potret kemiskinan didalam negeri. Masyarakat tak mampu membeli dengan harga mahal sehingga alternatif yang di tempuh adalah membeli barang bekas. Disamping itu juga kita melihat kehidpuan masyarakat hari ini serba hedonisme sehingga standar kehidupan mereka adalah tampil dengan mewah padahal kenyataan kehidupan sangat miskin.
Tapi anehnya hal tersebut dipersoalkan, pemerintah mengambil tindakan tegas dan fokus untuk memusnahkan penjualan barang bekas impor. Presiden Jokowi telah mengintruksikan jajaran untuk mengusut tuntas permasalahan maraknya impor barang bekas yakni melibatkan oknum kepolisian, kementrian perdagangan pun telah menerbitkan peraturan mentri perdagangan Nomor 18 Tahun 2021 tentang barang dilarang ekspor dan barang impor dalam pasal 2 ayat 3 tertulis barang yang dilarang impor salah satunya pakaian bekas. (Republika.com)
Sebenarnya yang dipersoalkan dari barang impor ini adalah bukan mengganggu IKMA (Industri Kecil Menengan dan Aneka) seperti yang disampaikan oleh kemenperin Reni Yanita saat ditemui di Istora Senayan, Jakarta. (Republika.com). Karena IKMA sejatinya memperpanjang rantai produksi, namun permasalahannya adalah masuknya secara ilegal yang berarti tak memasukkan cukai impor, otomatis negara tidak memiliki keuntungan didalamnya.
Standar sistem kapitalisme adalah segala suatu bisa dimanfaatkan, jika tak ada manfaat didalamnya maka harus dimusnahkan terbukti dengan adanya kasus barang impor yang justru sehausnya disikapi dengan hal yang positif karena masyarakat masing-masing merasa diuntungkan antara penjual dan pembeli, tapi karena tak ada keuntungan yang didapatkan oleh pemerintah maka hal tersebuat dimusnahkan. Tapi yang sifatnya sudah jelas harom jusrtu marah di biarkan seperti minuman khomar yang mudah didapati di toko, cafe, klab dan lain-lain, lalu mengapa tidak dimusnakan langsung bersama pabriknya? Jawabannya karena pemerintah punya keuntungan didalamnya. Sistem sekuler kapitalisme tak mampu memberikan kesejahteraan pada rakyat, masalah seperti ini menjadi cacat besar karena menyelesaikan masalah tidak sesuai akar masalah, juga tingginya kemiskinan misalnya kemudian degradasi moral, krisis ekonomi dan lainya di negara tercinta, menjadi catatan carut marutnya sistem sekuler, tapi yang nampak justru adalah pencitraan para penguasa seolah-olah sudah berkontribusi besar untuk kepentingan rakyat, padahal nyatanya merekalah yang membunuh rakyat. Inilah wajah buruk sistem kapitalisme.
Berbeda dengan halnya Islam yang dipimpin oleh seorang kholifah, yang memiliki standar aturan halal dan harom bukan kepada asas manfaat, dengan aturan Islam yang bersumber dari Al Quran dan As-Sunnah tak ada cacat celah ketika kejayaan Islam 13 abad lamanya memimpin dunia. Mampu menyejahterakan ummat, tak pandang ras, suku, agama, warna kulit semua di perlakukan sama, hak mereka tertunaikan. Masyarakat tak ada yang menjerit kelaparan, tidur di kolong jembatan, makan mananan sisa sungguh merindu hidup dalam aturan Islam. Semoga Allah segerakan pertolongan Nya dan bisa merasakan hidup dalam naungan daulah islam. wallahu a’lam bis showab...
Komentar
Posting Komentar