Oleh : Ummu Khadijah
Pro kontra Pernikahan Mewah Putra Kepala Negara
Sabtu, 10 Desember 2022, Indonesia digemparkan dengan kabar diadakannya acara pernikahan putra bungsu presiden Jokowidodo yaitu Kaesang Pangarep dan Erina Gudono yang begitu mewah dan pengawalan yang cukup ketat. Bahkan, acara pernikahan tersebut melibatkan sejumlah menteri kepresidenan Jokowidodo guna menyukseskan seluruh rangkaian acara. Diantaranya : Menteri Koordinator Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, Menteri Sekretaris Negara Pratikno, Menteri BUMN Erick Thohir, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi dan Menteri Investasi Bahlil Lahadiala.
Hal ini menimbulkan pro dan kontra diberbagai kalangan. Dilansir dari tribunnews.com, Ketua DPP Partai Keadilan Sejahtera atau PKS, Mardani Ali Sera menyampaikan bahwa tupoksi utama menteri adalah membantu kepala negara dalam hal ketata negaraan, bukan hal pribadi. pernyataan kontra juga diutarakan oleh salah satu wartawan. Dikutip dari suara.com, alasan dia tak meliput acara pernikahan putra bungsu jokowidodo tersebut dikarenakan keluarga pejabat tersebut tidak memiliki empati terhadap rakyat yang sedang susah. Berbeda halnya dengan pendapat yang dilontarkan wakil presiden KH. Ma'ruf Amin yang mengatakan kepanitiaan pernikahan yang diisi oleh orang-orang yang dekat dengan pemilik hajat, adalah hal yang lumrah. Sehingga andil para menteri dalam kepanitiaan pernikahan tersebut merupakan sesuatu yang tak menjadi masalah, selama tak mengganggu kinerja sebagai menteri.
Belum lagi peran dari TNI maupun Polri yang mengerahkan sekitar 11.800 prajurit sebagai pengaman, serta anjing terlatih K-9 yang diterjunkan ke lapangan sebagai pelacakan, dan fokus pada sterilisasi bahan peledak di sekitar lokasi kegiatan. Ditambah dengan ratusan CCTV yang terpampang nyata sebagai bentuk pengamanan jika ada hal-hal yang tidak diinginkan.
Kepemimpinan Yang Bersifat Transaksional
Pernikahan mewah ditengah penderitaan rakyat seperti bencana gempa, PHK, stunting, dan lain sebagainya sepatutnya tidak terjadi. Belum lagi yang menggelar pernikahan tersebut adalah keluarga kepala negara dan melibatkan para menteri yang memiliki andil besar dalam kesejahteraan rakyat. Penguasa harus memiliki empati yang tinggi dengan kondisi rakyatnya, sehingga terdapat intervensi dalam penanganan maupun pencegahan jika hal yang sama terjadi dikemudian hari.
Rasa empati dan gigih dalam peri'ayahan ummat tersebut tak terlihat di sistem demokrasi yang dijalankan saat ini. Sekulerisme yang mendarah daging dalam sistem ini, yang notabene memisahkan antara agama dengan kehidupan menjadi sebuah penghalang. Termasuk dalam aktivitas dan tanggung jawab kepemimpinan. Padahal, agama tak hanya berfokus pada ibadah mahdhoh saja, melainkan secara menyeluruh sebagai aturan hidup manusia. Termasuk menumbuhkan, membentuk, dan menjaga sifat-sifat pemimpin terhadap rakyatnya.
Jika negara dijauhkan dari kepemimpinan negara, maka lahirlah penguasa yang tak sungkan memanfaatkan kepentingan negara terhadap kepentingan pribadi. Hal ini dikarenakan, aturan yang digunakan adalah aturan manusia semata, tanpa adanya campur tangan Tuhan dengan asas manfaat yang digaungkan. Sehingga para penguasa dan jajarannya merasa berhak dan bebas untuk memanfaatkan apapun yang disebut-sebut menjadi haknya.
Demokrasi adalah sistem yang membentuk kepemimpinan yang bersifat transaksional antara penguasa dengan para kapitalis yang membiayai perjalanan menunuju kekuasaan. Berbagai aturan yang dibuat guna memenuhi urusan rakyat, selalu saja memiliki tingkat keuntungan para kapitalis. Seperti halnya dalam ranah pendidikan. Dengan biaya pendidikan yang mahal, maka para pemilik modal akan meraup banyak keuntungan didalamnya. Belum lagi dalam bidang kesehatan, yang nyawa manusia sekalipun dijadikan ladang bisnis. Dikutip dari CNBC Indonesia.com, tertanggal 18 Februari 2022, penggunaan vaksin astrazeneca menimbulkan pendapatan besar. Mencapai US$ 37,4 miliar per tahun atau Rp.536 triliun. Berarti secara presentase meningkat 38% dari tahun 2020. Ditambah dengan tes PCR sebagai syarat perjalanan yang juga dijadikan ladang bisnis kapitalisme. Tak heran, jika keberadaan penguasa ditengah rakyat menjadi pencitraan semata.
Sistem Islam Sebagai Solusi Fundamental
Realita tersebut berbeda dengan sistem kepemimpinan islam. Dalam institusi daulah khilafah, aqidah islam menjadi asas kepemimpinan. Menjalankan sistem ketatanegaraan berdasarkan hukum syara' yaitu aturan Allah. Sehingga, lahirlah para penguasa yang takut melalaikan tanggung jawab dalam hal kesejahteraan ummat. Sebab, mereka menyadari bahwa kepemimpinam mereka akan berimplikasi terhadap kehidupan akhirat
Dari Abu Dzarr pula, ia berkata, “Wahai Rasulullah, mengapa engkau tidak memberiku kekuasaan?” Lalu beliau memegang pundakku dengan tangannya, kemudian bersabda,
يَا أَبَا ذَرٍّ إِنَّكَ ضَعِيفٌ وَإِنَّهَا أَمَانَةٌ وَإِنَّهَا يَوْمَ الْقِيَامَةِ خِزْىٌ وَنَدَامَةٌ إِلاَّ مَنْ أَخَذَهَا بِحَقِّهَا وَأَدَّى الَّذِى عَلَيْهِ فِيهَا
“Wahai Abu Dzarr, sesungguhnya engkau adalah orang yang lemah. Dan kekuasaan itu adalah amanah, dan kekuasaan tersebut pada hari kiamat menjadi kehinaan dan penyesalan, kecuali bagi orang yang mendapatkan kekuasaan tersebut dengan haknya dan melaksanakan kewajibannya pada kekuasaannya itu.” (HR. Muslim no. 1825).
Penguasa haruslah menjadi ra'in (pengurus dan pemelihara, serta menjadi junnah (pelindung) bagi rakyat. Kesadaran akan aqidah dan syariat islam akan melahirkan sifat wara' dalam menggunakan fasilitas negara. Para penguasa akan menggunakan fasilitas negara hanya untuk kepentingan dan kesejahteraan rakyat dan tidak akan menggunakannya walau hanya sedikit.
Seperti yang dilakukan oleh Khalifah Umar bin Abdul Aziz. Diriwayatkan, bahwa ketika beliau sedang melaksanakan tugas negara di ruang kerjanya hingga larut malam. Kemudian datanglah putranya untuk membahas urusan keluarga. Lalu, saat itu juga Khalifah Umar bin Abdul Aziz mematikan lampu penerang di ruangannya tersebut. Dengan alasan, fasilitas lampu tersebut digunakannya hanya untuk mengurus kepentingan negara. Karena, biaya yang dikeluarkan untuk membeli lampu tersebut berasal dari uang negara. Kemudian ia menyuruh pembantunya untuk mengambilkan lampu milik pribadinya yang dibeli menggunakan uangnya sendiri. Walau hanya sekedar lampu, beliau tidak ingin menggunakannya untuk urusan pribadi.
Dengan keteladanan yang dimiliki oleh Khalifah Umar bin Abdul aziz tersebut, merupakan salah satu bukti bahwasannya tak heran, selama 1.300 tahun khilafah berdiri, rakyat mendapatkan perhatian dan pelayanan dari para penguasa yang mewujudkan kesejahteraan rakyat. Tentu hal ini tidak dapat diwujudkan dengan sistem kapitalisme yang melahirkan aqidah sekulerisme. Sehingga solusi fundamental yang dapat memecahkan solusi tersebut adalah tegaknya sistem islam, daulah khilafah dengan kepemimpinan seorang khalifah yang berlandaskan hukum syara' dan aturan Allah.
Wallahu'alam bi showwab
Refrensi :
https://nasional.okezone.com/read/2022/12/09/337/2724121/4-fakta-pengamanan-pernikahan-kaesang-erina-ribuan-personel-tni-dan-polri-diterjunkan
https://www.kompas.id/baca/nusantara/2022/12/08/total-pengamanan-pernikahan-kaesang-erina-bertambah-jadi-11800-personel
https://m.tribunnews.com/nasional/2022/12/06/5-menteri-jokowi-sibuk-urus-pernikahan-kaesang-erina-pks-bantuin-bos-boleh-saja-tapi
https://youtu.be/ojJevKyGYfg (Muslimah Media Center)
Komentar
Posting Komentar