Oleh : Ummu Khadijah
Beberapa tahun belakangan, begitu banyak masalah kesehatan yang dihadapi oleh negara ini. Mulai dari kasus COVID-19, Monkeypox, hingga kasus baru yang melibatkan bahkan mempertaruhkan nyawa anak-anak usia 6 bulan-18 tahun yaitu gagal ginjal akut. Terhitung sampai tanggal 23 Oktober 2022 telah dilaporkan adanya 245 kasus gagal ginjal akut, yang melibatkan 26 provinsi di seluruh Indonesia. Dari 245 kasus tersebut, jumlah kematian mencapai 141 orang dengan fatalitas rate 58%.
Kasus gagal ginjal akut yang meningkat beberapa bulan ini, diduga berasal dari konsumsi obat yang mengandung senyawa tercemar seperti etilen glikol (EG), dietilen glikol (DEG), dan etilen glikol butil ether. Senyawa-senyawa tersebut biasanya digunakan sebagai pelarut cat dan pendingin kendaraan bagian radiator. Ketika memasuki tubuh terutama organ ginjal, dengan kandungan yang berlebih serta pencampuran yang tidak baik, maka senyawa tersebut akan membentuk asam oksalat yang selanjutnya menjadi kristal dengan tekstur yang tajam sehingga dapat merusak ginjal.
Telah dilakukan riset lebih lanjut oleh BPOM, dimana dari 102 obat sirup, terdapat 30 obat yang aman untuk dikonsumsi. Sedangkan terdapat 3 jenis obat yang mengandung senyawa-senyawa berbahaya yaitu etilen glikol (EG), dietilen glikol (DEG), dan etilen glikol butil ether. Sementara 69 obat lainnya masih dalam tahap pengujian.
Pengawasan dari BPOM dan pemerintah baik dari segi pra analitik, analitik, dan post analitik begitu lemah. Sehingga bahan ataupun senyawa berbahaya mudah tercampur dalam berbagai jenis obat-obatan terutama obat sirup. Hal ini sangat fatal, bahkan merenggut ratusan jiwa manusia. Selain itu, kurangnya edukasi yang dilakukan oleh pemerintah terkait prosedur penggunaan obat-obatan yang aman sesuai dengan dosis yang telah ditetapkan. Selain dilakukan secara masal, edukasi tersebut dapat dilakukan secara personal antara pasien dan keluarga dengan tenaga kesehatan yang ahli dalam bidangnya. Maka dari itu, ketika terjadi gejala dari suatu penyakit maka pasien dianjurkan untuk kontrol ke berbagai fasilitas kesehatan untuk memvalidasi kondisi serta memperoleh edukasi perihal penyakit tersebut, yang selanjutnya pengobatan dapat berjalan sesuai SOP yang aman dan tidak menimbulkan komplikasi seperti gagal ginjal akut. Namun, hal ini jarang dilakukan oleh masyarakat saat ini. Sekitar 70% masyarakat penduduk Indonesia lebih memilih untuk mengobati sendiri jika sakit, menggunakan obat tak sesuai dengan anjuran dokter. Hal ini dikarenakan biaya pelayanan kesehatan yang cukup mahal dan menyulitkan masyarakat dalam prosedur pelayanannya.
Di satu sisi, terbatasnya fasilitas kesehatan juga memicu tingkat keparahan kasus gagal ginjal akut. Dari beberapa data yang termuat, layanan hemodialisa (cuci darah) yang diperuntukkan untuk anak di beberapa daerah cukup terbatas. Sehingga terjadi keterlambatan dalam penanganan kasus ini, dan meningkatkan persentase kematian akibat kasus gagal ginjal akut pada anak. Bahkan, penawar atau antidotum untuk gagal ginjal akut, harus di impor dari luar negeri. Antidotum tersebut cukup langka, namun karena adanya kerjasama antara Indonesia dengan pihak luar negeri, antidotum dapat didatangkan untuk meringankan kasus gagal ginjal akut pada anak.
Selain itu, juga dilakukan pengusutan kasus gagal ginjal akut tersebut, untuk memastikan apakah terdapat tindak pidana didalamnya. Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy, menyampaikan bahwasannya pengusutan tersebut dilakukan karena terdapat barang baku impor yang digunakan dalam proses pembuatan obat-obatan. Hal ini terlihat dari negara-negara yang mengekspor tidak terjadi kasus serupa dengan negara yang mengimpor. Proses pengusutan di gali kembali mulai dari segi proses masuk ke Indonesia, daerah distribusi, dan jenis produknya. Pernyataan Menko PMK tersebut secara tidak langsung menbuka aib bahwa lemahnya pengawasan akses antar negara terutama dalam distribusi barang dan jasa sehingga kesehatan dan kesejahteraan ummat tergadaikan.
Faktor lain pemicu gagal ginjal akut yaitu sistem imun yang rentan dan rendahnya kebersihan lingkungan sekitar. Hal ini memicu permasalahan kesehatan anak seperti kurang gizi, stunting, dan lain sebagainya yang belum menemukan solusi tuntas hingga saat ini. Kinerja negara dalam pengelolaan kesehatan masih begitu lemah seperti edukasi pola hidup sehat, kebersihan lingkungan, hingga tindakan pencegahan penyakit menular. Hal ini dikarenakan sistem sekulerisme lebih mengedepankan materi sehingga peran negara dalam mensejahterakan rakyat terbengkalai. Akar permasalahan utamanya adalah sistem kebijakan yang tengah berjalan, sehingga berantai ke permsalahan teknisi.
Berbeda halnya dalam sistem Islam. Negara dengan sangat teliti memperhatikan segala kebutuhan ummat terutama anak-anak dari berbagai aspek termasuk kesehatan. Mulai dari fasilitas kesehatan yang dapat dinikmati secara gratis, pemenuhan gizi yang tercukupi, pengawasan dalam hal obat-obatan, serta edukasi yang cukup terhadap ummat. Negara Islam tak pernah memperhitungkan untung rugi jika hal ini termasuk kebutuhan ummat. Biaya yang dikeluarkan untuk kebutuhan ummat sendiri yaitu berasal dari baitul maal yang telah dikelola sedemikian rupa dengan orientasi yang mendetail.
Negara meyakini bahwasannya meri'ayah ummat dengan sebaik-baiknya adalah amanah besar yang harus dijalankan, dan apapun yang dilakukan di dunia maka akan dimintai pertanggung jawaban di akhirat kelak.
Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
يَوْمَ يَبْعَثُهُمُ اللّٰهُ جَمِيْعًا فَيُنَبِّئُهُمْ بِمَا عَمِلُوْا ۗ اَحْصٰٮهُ اللّٰهُ وَنَسُوْهُ ۗ وَا للّٰهُ عَلٰى كُلِّ شَيْءٍ شَهِيْدٌ
"Pada hari itu mereka semuanya dibangkitkan Allah, lalu diberitakan-Nya kepada mereka apa yang telah mereka kerjakan. Allah menghitungnya (semua amal perbuatan itu), meskipun mereka telah melupakannya. Dan Allah Maha Menyaksikan segala sesuatu."
(QS. Al-Mujadilah 58: Ayat 6)
Tak hanya penyakit yang telah diketahui penyebabnya, negara islam akan melakukan riset untuk penyakit yang belum diketahui penyebabnya dengan cepat dan tepat. Sehingga dapat dilakukan tindak lanjut secara cepat, serta intervensi yang akurat. sehingga kasus tak melonjak dan merajalela di tengah kehidupan ummat. Untuk itu, diperlukan penerapan islam secara kaffah (menyeluruh), sehingga problematika-problematika ummat dapat terselesaikan sampai ke akar-akarnya. Karena aturan yang digunakan adalah aturan yang berasal dari Allah, orientasi hidup adalah Allah, sehingga menuntaskan adanya kezoliman yang berhubungan dengan peri'ayahan kehidupan ummat.
Wallahu'alam bi showwab
Komentar
Posting Komentar