Oleh : Imanta
Rasanya sudah bosan jika kita berbicara masalah korupsi dan suap-menyuap di Indonesia yang menganut sistem demokrasi ini. Dilansir dari laman resmi KPK, Tertanggal juni, dalam semester pertama tahun 2022, telah ditetapkan sebanyak 68 orang sebagai tersangka tindak pidana korupsi dari total 61 surat perintah penyidikan yang diterbitkan.
Kasus terakhir yang cukup menggemparkan saat ini adalah kasus suap-menyuap dilingkungan mahkamah agung (MA) Yang melibatkan 10 tersangka, salah satunya hakim agung Sudrajat Dimyati yang diharapkan menegakkan keadilan, namun ikut terjerat kasus.
Sebagai penerima adalah SD, Hakim Yustisial/Panitera Pengganti MA Elly Tri Pangestu (ETP), dua PNS pada Kepaniteraan MA Desy Yustria (DY) dan Muhajir Habibie (MH), serta dua PNS MA Nurmanto Akmal (NA) dan Albasri (AB). Sedangkan sebagai pemberi adalah Yosep Parera (YP) dan Eko Suparno masing-masing selaku pengacara. Dan dua pihak swasta/debitur Koperasi Simpan Pinjam Intidana IDKS dan Heryanto Tanaka (HT).
Rasulullah shallallahu'alaihi wa sallam bersabda, "Allah melaknat penyuap dan yang disuap dalam urusan hukum" (HR. Tirmidzi)
Kasus-kasus korupsi terdahulu tak memberikan makna berarti bagi pelaku selanjutnya. Bahkan, tak jarang yang pernah ditetapkan sebagai tersangka mengulangi perbuatannya kembali. Hal ini dikarenakan hukum dalam sistem demokrasi yang tidak tegas serta lemah dan tak menimbulkan efek jera bagi para pelaku. Sehingga, dengan adanya tindak hukum yang cukup ringan, banyak orang yang menganggap sepele terkait korupsi.
Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
يٰۤـاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تَأْكُلُوْۤا اَمْوَا لَـكُمْ بَيْنَكُمْ بِا لْبَا طِلِ اِلَّاۤ اَنْ تَكُوْنَ تِجَا رَةً عَنْ تَرَا ضٍ مِّنْكُمْ ۗ وَلَا تَقْتُلُوْۤا اَنْـفُسَكُمْ ۗ اِنَّ اللّٰهَ كَا نَ بِكُمْ رَحِيْمًا
"Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil (tidak benar), kecuali dalam perdagangan yang berlaku atas dasar suka sama suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sungguh, Allah Maha Penyayang kepadamu."
(QS. An-Nisa' 4: Ayat 29)
Contoh aplikasi hukum tindak pidana korupsi yang tidak tegas dinegara Indonesia adalah ketidak seimbangan hukuman yang diberikan oleh tersangka dengan kasus yang berbeda. Masyarakat menengah ke bawah dengan kasus pencurian ayam dapat dijerat hukum yang lebih berat jika dibanding para koruptor dari kalangan penguasa dan memiliki modal yang memakan uang rakyat. Asas manfaat merajalela dimana-mana, terutama terhadap aparat negara dan lembaga peradilan yang saat ini dapat dikatakan mengalami low trust dari kalangan masyarakat. Hal ini menunjukkan bahwasannya keadilan seakan dianggap menjadi sesuatu yang dapat diperjual belikan. Segala cara dilakukan bukan untuk mendapatkan keadilan yang murni, namun memenangkan keadilan dengan segala cara khususnya materi.
Dari ‘Urwah bin Zubair, ia berkata,
“Ada seorang wanita yang pernah mencuri di masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam perang Fath. Kaumnya kemudian berlindung pada Usamah bin Zaid, mereka meminta syafa’at dari Usamah. ‘Urwah mengatakan, “Ketika Usamah berkata tentang hal itu, raut wajah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas berubah, lantas beliau berkata,
أَتُكَلِّمُنِى فِى حَدٍّ مِنْ حُدُودِ اللَّهِ
“Apakah engkau berbicara padaku tentang salah satu hukum Allah?”
Usamah pun meminta maaf pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Tatkala sore hari, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berdiri berkhutbah, ia pun memuji Allah dengan pujian yang pantas untuk-Nya. Kemudian beliau bersabda,
أَمَّا بَعْدُ ، فَإِنَّمَا أَهْلَكَ النَّاسَ قَبْلَكُمْ أَنَّهُمْ كَانُوا إِذَا سَرَقَ فِيهِمُ الشَّرِيفُ تَرَكُوهُ ، وَإِذَا سَرَقَ فِيهِمِ الضَّعِيفُ أَقَامُوا عَلَيْهِ الْحَدَّ ، وَالَّذِى نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ ، لَوْ أَنَّ فَاطِمَةَ بِنْتَ مُحَمَّدٍ سَرَقَتْ لَقَطَعْتُ يَدَهَا
“Amma ba’du: Sesungguhnya telah membinasakan umat sebelum kalian, ketika di antara orang-orang terpandang yang mencuri, mereka dibiarkan (tidak dikenakan hukuman). Namun ketika orang-orang lemah yang mencuri, mereka mewajibkan dikenakan hukuman hadd. Demi jiwa Muhammad yang berada di tangan-Nya, seandainya Fatimah puteri Muhammad mencuri, aku akan memotong tangannya.”
Dalam Islam, menjadi seorang hakim memiliki syarat-syarat tertentu yang harus dipenuhi. Tak hanya melihat dari gelar, keturunan, suku, ras, dan lain sebagainya. Diantara syarat-syarat tersebut adalah :
1. Jabatan hakim hanya diisi oleh orang alim dan bertakwa. Sehingga, dibutuhkan penanaman aqidah yang kuat dalam diri setiap individu. Dengan kuatnya aqidah tersebut, para hakim akan terus menyadari bahwa dalam menjalankan amanah yang diemban selalu dalam pengawasan Allah Yang Maha Kuasa. Hal ini bertolak belakang dengan sistem sekulerisme yang memisahkan antara agama dengan kehidupan. Seakan-akan agama adalah penghalang dalam menentukan aturan-aturan yang ada.
2. Hakim hanya mengadili dengan hukum islam yang berasal dari Allah subhanahu wa ta'ala. Dengan hukum Islam, keadilan ummat dapat ditegakkan. Berbeda halnya dengan sistem kapitalisme demokrasi yang menegakkan keadilan menggunakan hukum buatan manusia yang tak dipungkiri dalam pembuatannya pun dapat dipenuhi oleh hawa nafsu belaka.
3. Hakim wajib menerapkan hukum secara adil dan menjerakan sesuai ketetapan islam. Para pelaku korupsi akan dikenai sanksi ta'zir. Sanksi yang kadar dan jenisnya ditentukan oleh khialifah dan hakim sesuai dengan tingkat kejahatannya.
4. Dilakukan pengawasan dan audit kekayaan para hakim oleh khalifah. Jika terdapat penambahan harta yang tidak wajar, negara akan menyitanya sebagai milik baitul maal.
Dikabarkan, saat ini pemerintah diduga ingin membentuk konsep besar sistem peradilan di Indonesia. Hal ini bertujuan agar fungsi dan wewenang setiap lembaga hukum bisa diatur lebih jelas, sehingga berbagai permasalahan dapat terselesaikan. Rencana tersebut dikemukakan oleh Mahfud MD selaku menteri koordinator Polhukam.
Pemikiran materialis adalah ciri khas dari sistem kapitalisme demokrasi. Materi adalah pola pikir terdepan, yang menyampingkan aturan Allah dan senantiasa berasaskan manfaat, sehingga memunculkan berbagai persoalan ummat yang dimana materi adalah pemeran utamanya. Ciri khas yang dimiliki tersebut rasanya tak mungkin dituntaskan hanya dengan membentuk konsep besar sistem peradilan di Indonesia. Maka dari itu, diharuskan adanya pemberantasan sampai ke akar-akarnya, yaitu menghapuskan sistem demokrasi kapitalisme dan menggantinya dengan sistem yang berpaku pada aturan Allah, yaitu sistem islam. Dengan begitu, bukan hanya korupsi maupun permasalahan suap-menyuap yang terselesaikan, namun seluruh problematika ummat In syaa Allah akan menemukan solusinya.
Wallahu a'lam bi showwab
Komentar
Posting Komentar