Oleh : Ummu Khadijah
Akhir-akhir ini kita digemparkan dengan kasus pembunuhan yang dilakukan salah satu aparat negara kepolisian, inspektur jendral kepolisian Ferdi Sambo kepada Brigadir Joshua. Motiv kasus pembunuhan tersebut hingga saat ini belum terselesaikan dan masih dalam proses hukum.
Walaupun begitu, beberapa pihak telah memborbardir bahwasannya tersangka Ferdy sambo akan mendapatkan keringanan hukuman bahkan lolos dari hukuman mati. Seperti yang dikatakan oleh pengacara keluarga brigadir joshua yaitu kamaruddin simanjuntak, yang dimana ia siap untuk membantu Ferdy sambo lolos dari hukuman mati asalkan ia bersedia meminta maaf kepada keluarga brigadir joshua secara khusus.
Di sisi lain, salah satu eks panglima TNI Jendral (Purn) Gatot Nurmantyo mengklaim tersangka akan dapat berkarir kembali ke kepolisian dengan berpatokan pada Peraturan Kapolri Nomor 7 Tahun 2022, di mana Kapolri berhak untuk meninjau kembali hasil sidang etik terhadap anggotanya. Dengan adanya peraturan ini, maka kasus Ferdy sambo dapat ditinjau statusnya dalam kurun waktu 3 tahun.
Hal ini membuktikan bahwasannya pengelolaan hukum pemerintahan tidak secara tegas dalam menangani kasus tersebut, sehingga dikemudian hari akan terjadi kasus yang sama. Ditambah kasus tersebut ada peran aparat negara yang notabene memiliki fungsi sebagai pelindung, namun malah menimbulkan low trust dikalangan masyarakat.
Low trust rakyat kepada pemerintah juga terjadi dikarenakan begitu banyak kebijakan-kebijakan yang di buat namun tak berpihak kepada rakyat.
Begitu lamanya motiv pembunuhan tersebut terungkap secara tuntas, tak membuat pemerintah untuk tegas dalam menuntaskannya secara cepat. Fokus pemerintah pun kini beralih ke kasus kebocoran data oleh hacker bjorka. Dilansir dari CNBCIndonesia.com, data-data yang hendak dibocorkan oleh hacker bjorka diantaranya data registrasi SIM Card, data KPU, Daftar surat ke presiden indonesia, dan lain sebagainya.
Kebocoran data tersebut lagi-lagi membuka aib pemerintah terkait kinerja dalam perlindungan data. Seiring dengan perkembangan zaman, maka teknologi akan semakin pesat berkembang, dan akan minumbulkan variasi serta inovasi masyarakat dalam menggunakannya. Maka dari itu, dalam pengelolaan dan perlindungan data pun juga harus semakin ketat dan lugas.
Kebocoran data terjadi karena ada kelemahan dalam penjagaan sistem. Tidak terdapat aspek teknis yang ketat, sehingga dengan mudahkan disalahgunakan oleh pihak yang tak bertanggung jawab, serta kurangnya kinerja lemah dari lembaga-lembaga seperti KOMINFO, BSSN, dan lain sebagainya.
Padahal, telah dijelaskan dalam RUU PDP bahwasannya beberapa pihak yang terlibat dalam perlindungan data terdiri dari :
1. Pihak pribadi
2. Lembaga yang memproses (prosesor)
3. Pengendali data (pemerintah atau lembaga terkait).
Tetap saja, kebijakan yang dibuat tak terealisasi dengan baik. Pemerintah seakan-akan menganggap bahwasannya rakyat bukan prioritas, sehingga usaha untuk menjaga keamanan data berkurang. Kasus ini bukan hanya sekedar persoalan yang konteksnya hanya dilihat sekedar dari sisi ekonomi atau scurity. Melainkan aspek ketaatan kepada Allah subhanahu wa ta'ala, bagaimana mengelola kebutuhan rakyat termasuk dalam aspek keamanan. Dalam hal ini tanggung jawabnya bukan hanya di dunia melainkan diakhirat.
Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
اِنَّ اللّٰهَ يَأْمُرُكُمْ اَنْ تُؤَدُّوا الْاَ مٰنٰتِ اِلٰۤى اَهْلِهَا ۙ وَاِ ذَا حَكَمْتُمْ بَيْنَ النَّا سِ اَنْ تَحْكُمُوْا بِا لْعَدْلِ ۗ اِنَّ اللّٰهَ نِعِمَّا يَعِظُكُمْ بِهٖ ۗ اِنَّ اللّٰهَ كَا نَ سَمِيْعًاۢ بَصِيْرًا
"Sungguh, Allah menyuruhmu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan apabila kamu menetapkan hukum di antara manusia hendaknya kamu menetapkannya dengan adil. Sungguh, Allah sebaik-baik yang memberi pengajaran kepadamu. Sungguh, Allah Maha Mendengar, Maha Melihat."
(QS. An-Nisa' 4: Ayat 58)
Perlu diketahui bahwasannya kasus kebocoran data tersebut bukan hanya terjadi sekali. Namun berkali-kaki dari semenjak beberapa tahun yang lalu. Maka tak heran masyarakat selalu mempertanyakan kinerja dari KOMINFO yang bertanggung jawab terhadap perlindungan data.
Dilansir dari suara.com sebanyak 279 juta data pengguna BPJS pada Mei 2021 lalu, dan dijual di situs forum online Raidforums.com seharga 0,15 bitcoin atau sekitar Rp87,6 juta. Belum lagi, data pribadi sekitar 2 juta nasabah perusahaan asuransi BRI Life diduga telah bocor dan dijual di internet. Lantas mengapa kasus kebocoran data terbaru yang dilakukan oleh bjorka lebih digaung-gaungkan dibanding kasus kebocoran data sebelumnya? Hal ini dicurigakan sebagai aksi pengalihan isu dari kasus Ferdy sambo.
Pemerintah responsif menanggapi serangan bjorka dengan menggandeng mabes polri. Seakan-akan memberitahu bahwa aparat negara khususnya mabes polri memiliki andil yang luar biasa untuk memecahkan dan mencegah serangan bjorka, sehingga low trust masyarakat kepada pemerintah dan aparat negara dapat terhapuskan.
Problematika ummat di Indonesia sudah cukup banyak, masalah yang ada menggambarkan kelemahan sistem demokrasi kapitalisme dalam menciptakan perdamaian di lingkungan masyarakat. Sehingga, beberapa kasus di desain untuk menutupi kasus lain seakan-akan pihak pemerintah berhasil dalam menanganinya. Mencegah lebih baik daripada mengobati bukan? Lantas bagaimana bisa optimal dalam pengobatan jika ceroboh dan tak amanah dalam proses pencegahan?
Berbeda halnya dengan sistem Islam yang tegas dalam hukumnya serta mengambil solusi sesuai dengan hukum syara'. Sehingga, hal-hal yang tak diinginkan jika terjadi satu kali, maka pihak lain tak berani untuk berbuat dikarenakan akan mendapatkan hukuman yang setimpal atas perbuatannya tersebut, dengan kata lain menimbulkan efek jera terhadap si pelaku.
Kasus pembunuhan terlalu sering di negara yang menganut sistem sekuler ini. Mengapa? Karena hukuman yang dianggap enteng sehingga siapapun dapat meluapkan emosi sesaatnya melalui perbuatan keji tersebut. Begitupun juga dengan pencurian, betapa ringannya kasus pencurian yang hukumannya dapat diringankan hanya dengan bermodalkan materi.
Untuk itu, solusi fundamental yang harus ditegakkan adalah penerapan islam secara kaffah. Berdirinya sistem islam yang aturannya bersumber dari hukum Allah. Saat ini kita berada di bumi Allah, maka aturan yang harus ditegakkan dalam kehidupan adalah hukum Allah, bukan hukum buatan manusia yang berlandaskan asas manfaat.
Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
يٰۤاَ يُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا ادْخُلُوْا فِى السِّلْمِ کَآ فَّةً ۖ وَّلَا تَتَّبِعُوْا خُطُوٰتِ الشَّيْطٰنِ ۗ اِنَّهٗ لَـکُمْ عَدُوٌّ مُّبِيْنٌ
"Wahai orang-orang yang beriman! Masuklah ke dalam Islam secara keseluruhan, dan janganlah kamu ikuti langkah-langkah setan. Sungguh, ia musuh yang nyata bagimu."
(QS. Al-Baqarah 2: Ayat 208).
Komentar
Posting Komentar