Oleh: Ai Qurotul Ain ( pengamat kebijakan)
Stunting adalah kondisi gagal tumbuh akibat kekurangan gizi di seribu hari pertama kehidupan anak. Kondisi ini berefek jangka panjang hingga anak dewasa dan lanjut usia. Masalah ini bukan hanya masalah nasional tetapi juga internasional. Dengan demikian, stunting adalah masalah penting yang harus diperhatikan dan ditangani dengan serius. Sebagaimana yang disampaikan Presiden bahwa penurunan stunting penting karena stunting bisa mengancam keberlangsungan pembangunan. Maka harus ada upaya untuk mengentaskan masalah ini hingga ke akarnya.
Persentase Stunting
Indonesia memiliki angka stunting tertinggi keempat dunia dan kedua di Asia Tenggara. Berdasarkan hasil Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2021 angka stunting secara nasional mencapai 24,4 %. Persentase tersebut mengalami penurunan dibandingkan 2019 sebanyak 27,67%. Namun angka ini masih lebih tinggi dari batas toleransi maksimal stunting yang ditetapkan Organisasi Kesehatan Dunia ( WHO), yaitu 20%. Bahkan belum mencapai target RPJMN yaitu penurunan sebesar 2,7% per tahun. Pada Januari 2021, Presiden Joko Widodo menargetkan agar Indonesia dapat menurunkan angka stunting sampai angka 14 % di tahun 2024. ( Kompas.com, 19/05/2021)
Sedangkan prevalensi stunting Sumatrera Barat, yaitu 23,3 persen. Data SSGI 2021 menunjukkan prevalensi tertinggi di Sumbar terdapat di Kabupaten Solok, yakni sebanyak 40 persen. Artinya dari 10 anak yang lahir, 4 diantaranya mengalami stunting. Sedangkan prevalensi kabupaten lainnya adalah Pasaman 30,2 %, Sijunjung 30,1 %, Padang Pariaman 28,3 %, Limapuluh Kota 28,2 %, Kepulauan Mentawai: 27,3 %, Pesisir Selatan: 25,2 %, Solok Selatan: 24,5 %, Pasaman Barat: 24 %, Tanah Datar: 21,5 %, Sawahlunto: 21,1 %, Pariaman: 20,3%, Padang Panjang: 20 %, Payakumbuh: 20 %, Dharmasraya: 19,5%, Agam: 19,1 %, Bukittinggi: 19 %, Padang: 18,9 %, Kota Solok: 18,5 %. (Haluan Padang, 6/04/2022)
Stunting dan Faktor Penyebabnya
Sebagai mana berita yang disiarkan oleh Biro dan Pelayanan Masyarakat, Kementerian Kesehatan RI, terdapat faktor-faktor penyebab stunting. Pertama, kekurangan gizi dalam waktu yang lama. Kekurangan gizi dalam waktu lama, seperti rendahnya asupan vitamin dan mineral, serta buruknya keragaman pangan dan sumber protein hewani dapat terjadi dari awal kehidupan dalam janin. Sehingga berpengaruh terhadap pertumbuhan tubuh dan otak anak.
Kedua, pola asuh yang kurang baik terutama pada perilaku dan praktik pemberian makan kepada anak. Stunting bisa terjadi apabila anak tidak mendapatkan asupan gizi yang baik. Ibu yang masa kecil atau remajanya kekurangan nutrisi juga akan berpengaruh pada proses kehamilannya. Menteri PPPA mengaitkan rendahnya kualitas pola asuh dengan ketaksiapan menjadi orang tua. Menurutnya, ini terjadi karena perkawinan yang dilakukan pada usia anak.
Ketiga, yang menyebabkan stunting adalah terjadi infeksi pada ibu, kehamilan remaja, gangguan mental pada ibu, jarak kelahiran anak yang pendek, dan hipertensi. Ditambah lagi dengan rendahnya akses terhadap pelayanan kesehatan. Termasuk juga akses sanitasi dan air bersih yang dapat memengaruhi perkembangan anak.
Jika dilihat, kekurangan gizi dan pola asuh tidak terjadi dengan sengaja. Setiap orang tua ingin memberikan kecukupan gizi untuk anaknya. Namun keadaan yang terbatas membuat para calon ibu tidak mendapatkan nutrisi yang cukup. Begitu juga karena keadaannya, ibu tidak mampu pemberian gizi terbaik untuk anak-anaknya. Semua terjadi karena kemiskinan yang masih bersemi.
Ini sesuai dengan pendapat Menko Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendy (2/3/2021). Menurutnya, kemiskinan merupakan penyebab sebagian besar stunting, yakni ibu dan anak tidak memperoleh gizi cukup. Maka, kunci utama menurunkan stunting adalah dengan mencabut akar masalahnya yaitu penanganan kemiskinan.
Masyarakat yang hidup dalam kemiskinan/ keterbatasan tidak mampu memenuhi kebutuhan pokoknya, termasuk untuk mengakses kesehatan maupun untuk mendapatkan air bersih. Kondisi ini sangat wajar jika pelayanan publik masih dijadikan ladang bisnis. Kebutuhan pokok semakin memuncak. Walhasil nutrisi tak mampu terpenuhi.
Upaya Parsial hanya Memangkas bukan Memberantas
Jika dilihat, pemerintah melakukan berbagai upaya untuk menurunkan angka stunting. Upaya tersebut diantaranya menyerukan pencegahan perkawinan anak. Disisi lain, mengawal pembahasan Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Dispensasi Kawin sebagai turunan UU 16/2019 tentang Perubahan Atas UU 1/1974 tentang Perkawinan. Jadi bagaimana mungkin masalah bisa diatasi dengan aturan yang tidak memiliki standar yang jelas. Disatu sisi perkawinan anak dilarang, tapi pergaulan bebas dibiarkan. Halal dan haram kian nampak suram.
Faktanya juga, berdasarkan sebuah studi yang menggunakan data Survei Demografi Kesehatan Indonesia 2017 menemukan bahwa status sosioekonomi dan tingkat pendidikan berhubungan secara signifikan dengan pernikahan dini di pedesaan Indonesia. ( Muslimah news, 26/03/2022). Ini berarti kemiskinan dapat menyebabkan tingginya pernikahan dini. Karena dengan pernikahan dianggap dapat mengurangi tanggungan dalam keluarga. Sehingga pernikahan dini bukan penyebab yang paling mendasar dari masalah stunting.
Kepala BKKBN Fatmawati mengatakan, bahwa dalam rangka percepatan penurunan angka stunting, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Sumbar telah membentuk Tim Pendamping Keluarga (TPK) yang berjumlah kurang lebih 10.000 orang. TPK tersebut terdiri atas bidan, kader PKK, dan kader KB. Adapun tugasnya adalah mendampingi calon pengantin, pasangan usia subur yang hamil, pasangan usia subur setelah melahirkan sampai memiliki anak. Mereka juga tersebar di seluruh desa dan kabupaten.
Selain itu, BKKBN Perwakilan Sumbar bekerja sama dengan forum rektor sebagai upaya membantu percepatan penurunan stunting. Mulai dengan memberikan pembekalan kepada mahasiswa baru, KKN tematik, kuliah umum, pengabdian masyarakat, dan penelitian-penelitian berkaitan dengan stunting. BKKBN dan Kementerian Agama juga meluncurkan program pendampingan, konseling, dan pemeriksaan kesehatan dalam tiga bulan pranikah. Program ini bertujuan mencegah stunting sejak sebelum menikah.
Posyandu juga sangat diandalkan dalam upaya penurunan stunting ini. Di Sumbar sendirisaat membuka Peningkatan Kapasitas Pokjanal, Pokja Posyandu dan Kader Posyandu Angkatan I Tahun 2022, Mahyeldi menyampaikan peran strategis posyandu. Bahkan ia juga optimis menargetkan Sumbar dapat menurunkan angka stunting hingga 11 % pada 2024.
Berbagai upaya ini memang dapat mengurangi angka stunting, namun apakah ini adalah solusi yang fundamental? Selama akar masalah masih menancap, kemiskinan masih merajalela, maka kesejahteraan menjadi harapan fana. Walhasil stunting tak cukup dipangkas. Kesejahteraan harus menjadi jaminan, dengan mengentaskan kemiskinan.
Kapitalis Penyebab Derita, Islam Solusi Paripurna
Hanya saja, saat ini kemiskinan masih diproduksi. Akibat penerapan kapitalisme, menghasilkan buah berduri yang teramat pahit. Sebagian besar kekayaan negara dikuasai segelintir orang saja. Akhirnya rakyat harus lebih keras berjuang untuk mendapat makanan yang layak.
Kini masyarakat juga harus membayar untuk memperoleh air bersih. Itu pun belum tentu seluruh masyarakat dapat menjangkaunya. Ditambah lagi berbagai kesulitan yang menghimpit kian menghampiri. Mulai dari harga bahan pokok yang merangkak, kelangkaan minyak, dan lainnya. Semua ini menjauhkan masyarakat dari kata sejahtera.
Sehingga untuk mengatasi dan mencegah Stunting adalah dengan mengentaskan kemiskinan. Kemiskinan hanya dapat diatasi dengan penerapan aturan kehidupan yang tepat. Aturan yang bersumber dari pencipta manusia dan alam semesta. Sistem kehidupan yang mampu memberi kebaikan bagi seluruh alam. Itulah sistem Islam yang sempurna sebagai solusi paripurna.
Islam, mengatur kepemilikan. Negri kaya bukan status tapi bukti nyata. Negara wajib mengelola kekayaan alam untuk kesejahteraan rakyat. Dengan begitu rakyat akan terhindar dari kemiskinan.
Dalam negara wajib menjamin terpenuhinya berbagai kebutuhan mendasar masyarakat. Negara juga wajib menjamin kesejahteraan setiap individu, baik anak-anak maupun dewasa. Islam akan mempersiapkan generasi yang sehat, dan kuat. Tak hanya itu, para generasi sebagai pembangun peradaban akan dibentuk menjadi individu yang berkepribadian mulia dan memiliki ilmu yang mumpuni. Kedepannya mereka akan menjadi orang tua yang cerdas dan sehat. Sehingga terlahir pada generasi-generasi kebangkitan yang cemerlang.
Wallahu’ala bisshowab.
Komentar
Posting Komentar